Sabtu, 18 Juni 2011

FOBIA FEMINISME (KETAKUTAN MENJADI PENGANJUR EMANSIPASI)

a. Pengertian Fobia Feminisme
Dalam hidup bersosialisasi manusia terkadang memiliki sikap yang sulit untuk dipahami, misalnya sikap fobia. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, fobia adalah ketakutan yang sangat berlebihan terhadap benda atau keadaan tertentu yang dapat menghambat kehudupan penderitanya. Bila dibiarkan berlarut-larut, sikap ini bisa merugikan penderitanya sendiri.
Fobia dalam pembahasan pada materi ini adalah fobia feminisme. Menurut istilah, feminisme adalah gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Jadi, dapat pula dikatakan bahwa fobia feminisme merupakan ketakutan menjadi penganjur emansipasi. Emansipasi merupakan pembebasan dari perbudakan atau persamaan hak dari berbagai aspek kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak kaum wanita dengan kaum pria).
Dalam masa modern masih ada pihak atau pun perlakuan yang menempatkan kaum perempuan hanya sekadar sebagai pelengkap kalau enggan disebut sebagai masyarakat kelas dua. Sesungguhnya pernyataan di atas merupakan potret yang mewakili realitas bagaimana kaum perempuan pernah ditindas, dibatasi hak-haknya dalam ranah apapun. Juga merupakan cuatan nurani yang keluar dari hegemoni kekuasaan yang melegalkan diskriminasi gender terhadap perempuan. Berabad-abad lamanya perempuan hidup pada tatanan patriarkalis yang sungguh tidak berpihak pada asas egaliter sehingga aktivitas yang dilakukan lebih bernuasa pelayan dalam segala aspek, memenuhi kewajiban sebagai ibu rumah tangga, mengasuh anak, dan melayani suami sedangkan perkara-perkara yang ada di luar rumah tangga merupakan wilayah tabu.
Pertama kali suara feminisme terdengar di daratan Inggris pada abad ke-17. Dua ratus tahun kemudian, lebih banyak suara dan mulai bicara secara berkelompok. Selanjutnya, terdengar pula di Perancis dan Amerika Serikat. Dalam dua atau tiga abad keberadaannya, feminisme yang terorganisir tak lagi bicara dengan suara tunggal. Sebagaimana feminisme awal muncul sebagai respon terhadap perubahan kondisi masyarakat Inggris abad ke-17, maka perubahan lingkungan sejak itu mendorong tampilnya tuntutan kalangan feminis. Misalnya, soal hak pilih dan keluarga berencana merupakan sasaran kampanye mereka.
Perkembangan feminisme muncul akhir 1960-an dengan gerakan pembebasan perempuan. Gerakan ini melampaui semua gelombang feminisme sebelumnya, dalam memperluas konsentrasi dan kedalaman kritikannya. Gerakan itu lebih umum daripada gerakan feminis sebelumnya, yakni dengan sajian analisis yang multidimensi tentang penindasan terhadap perempuan dan melimpahnya pandangan mengenai pembebasan perempuan. Selanjutnya pada tahun 1972, Marry Wallstonecraff berhasil mendobrak dunia lewat bukunya The Right of Woman. Dalam tulisannya, ia dengan lantang menyuarakan tentang perbaikan kedudukan wanita dan menolak perbedaan derajat antara laki-laki dan wanita
Salah satu ide dasar pemikiran feminisme adalah konsep mengenai kesetaraan jender, yakni bahwa secara jender, laki-laki dan perempuan sama. Menurut mereka, sekalipun secara biologis laki-laki dan perempuan berbeda, perbedaan tersebut tidak boleh berimplikasi pada perbedaan jender, karena perbedaan jender hanya akan memunculkan ketidakadilan sistemik atas kaum perempuan.

b. Sebab Fobia Feminisme
Fobia feminisme tidak hanya dialami oleh laki-laki saja tetapi juga perempuan. Bahkan, banyak aktivis perempuan di Indonesia yang bekerja untuk hak-hak reproduksi, hak ekonomi perempuan, kuota di bidang politik formal dan berbagai bidang yang menyangkut kesetaraan dan keadilan gender, pun menolak disebut feminis. Feminisme ditakuti karena gambaran negatif yang selama ini terus dibesar-besarkan, seperti antikeluarga, ingin mengalahkan laki-laki, lesbianisme, sampai pembakaran bra, meskipun yang terakhir ini disalahartikan oleh pers yang menangkap tindakan itu sebagai radikalisme perempuan, bukan sebagai sesuatu yang simbolik.
Bagi para feminis, persepsi-persepsi seperti ini muncul lebih disebabkan faktor budaya yang berpengaruh terhadap pembentukan konsep jender di tengah-tengah masyarakat. Kata mereka, saat ini budaya masyarakat sedang didominasi kultur patriarkalis yang menempatkan posisi laki-laki lebih superior dibandingkan perempuan. Budaya seperti ini kemudian dianggap bertanggungjawab melahirkan 'mitos-mitos peran jender yang merugikan kaum perempuan', termasuk peran perempuan sebagai ibu yang mereka pandang 'tidak strategis' dan 'tidak produktif'.

c. Solusi Fobia Feminisme
Issu emansipasi sekarang ini sudah menjadi pembicaraan banyak orang. Banyak yang setuju dan tidak sedikit pula yang menentang. Selain itu, istilah feminisme sering menimbulkan prasangka, stigma, stereotype yang pada dasarnya lebih disebabkan oleh kurangnya pemahaman mengenai arti feminisme yang sesungguhnya. Hal semacam ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut, terlebih bila sampai merugikan dua belah pihak. Banyak solusi yang bisa dilakukan untuk meredakan perdebatan dan sikap fobia ini, minimal kondisi masyarakat tetap utuh dan tidak terpecah karena kasus ini.
Solusi dari kasus ini salah satunya dapat dilakukan dengan memiliki sikap kesadaran feminis. kesadaran feminis merupakan kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap kaum perempuan di dalam masyarakat, di tempat kerja, dan di dalam keluarga, serta tindakan sadar yang dilakukan oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah kondisi tersebut. Kesadaran ini harus dimiliki baik oleh pihak yang setuju feminisme maupun yang tidak setuju.
Pada masa globalisasi ini, manusia tidak bisa terlepas dari berbagai pengaruh media dan teknologi. Beberapa media terkadang masih belum mampu menyediakan berita dan info-info yang tepat pada khalayak. Harapannya, sebagai produsen , media selalu mengacu pada tanggung jawab etis dengan mengemas feminisme dalam teks media secara proporsional sebagai media pemberdayaan perempuan, bukan sarana untuk menumbuhkan prasangka dalam isu gender.
Dalam sebuah penelitian majalah tentang feminisme, ditemui beberapa keganjalan. Produsen majalah menggunakan pendekatan 3 aliran feminisme yaitu feminisme radikal, liberal dan postmodern. Pandangan feminisme dengan tema yang mengangkat tentang bebarapa nasihat penting dalam berkarir dan artikel tentang betapa pentingnya seorang perempuan membekali diri. Pemikiran feminisme posmodernisme tampak pada tema-tema yang memaparkan feminitas perempuan dikaitkan dengan kekuatan dan kekuasaan perempuan. Sementara pemikiran feminisme radikal tampak dari tulisannya yang dengan detail menceritakan kekuatan dan kehebatan wanita, dan mengekspos kekurangan pria. Pada salah satu artikel yang menyuguhkan tips-tips bersosialisasi dengan pria, majalah ini bahkan memposisikan pria sebagai musuh perempuan. Hal ini sangat disayangkan keberadaanya sehingga kontrol pada media juga penting dilakukan.
Perubahan paradigma pemikiran membuat para wanita lebih berbicara masalah hak, yang memang hal ini terkait dengan kolerasi perubahan zaman. Hal yang banyak dilakukan oleh para feminis saat ini. Tanpa keluar dari makna sebenarnya dari emansipasasi itu sendiri, tetapi tidaklah salah jika pemberdayaan wanita saat ini lebih menekankan kepada emansipasi yang lebih ke arah bagaimana menyejahterakan keluarga. Dimulai dengan perbaikan kualitas wanita itu sendiri, kemampuan untuk bersikap, menyeimbangkan antara hak dan kewajiban mereka terhadap keluarga dan keputusan yang mereka ambil. Peningkatan economic development untuk masyarakat Indonesia adalah salah satu sasaran yang harus dikembangkan mulai dari masyarakat kecil menengah. Peranan wanita sangat mempengaruhi untuk meningkatkan kualitas kaluarga yang memiliki SDM yang berkualitas yang dengan sendirinya berpengaruh pada lingkungan publik.
Kerjasama antara pemerintah, lembaga-lembaga non pemerintah, dan LSM sangat diperlukan untuk mengkampanyekan emansipasi dengan cara yang benar dan ‘sehat’ tanpa melewati batasan yang memang sudah ada, dan tidak bisa dilanggar bagi para wanita yang menginginkan kemajuan dalam hidupnya dan bisa ikut terlibat dalam kehidupan publik. Aktualisasi wanita sebagai manusia yang memiliki kemampuan dan cara berpikir sama dengan laki-laki bukanlah hal yang salah atau tidak diperbolehkan. Tetapi bagaimana cara mewujudkannya perlu diperhatikan tanpa harus ada hal yang dikesampingkan dan menghilangkan tanggung jawab sebagai wanita sesungguhnya. Hak dan kewajiban harus selalu diselaraskan sehingga tidak timbul ketimpangan yang akhirnya akan menimbulkan konflik baru. Pro dan kontra tentang emansipasi saat ini akan menjadi permasalahan yang tidak berujung jika para pelaku emansipasi itu sendiri mengaktualisasikan dirinya dengan cara yang salah bahkan sampai lupa kodratnya sebagai wanita.

Sumber:
Azkabolang. 2010. Wanita di balik Emansipasi. http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2089568-wanita-dibalik-emansipasi/#ixzz1PRUe1edQ [Diakses tangggal 16 Juni 2010].
Gadis. 2008. Sejarah dan Pengertian Feminis. http://id.shvoong.com/humanities/1796119-sejarah-feminisme/#ixzz1PRTCZcRU [Diakses tangggal 16 Juni 2010].
Tim Ganesa Sains Bandung. 2001. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Bandung: Penebar Ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar